“Mas, nek kowe pengin dadi wong sing sukses, kowe kudu bisa dadi wong
sing Ojo Dumeh, Ojo Kagetan lan Ojo Gumunan” (mas, kalau kamu ingin
sukses, kamu harus bisa jadi orang yang tidak sombong atau aji mumpung,
tidak kagetan dan tidak suka terheran-heran). Sebagai orang jawa,
kalimat ini sudah biasa kudengar dari wejangan orang tua, simbah maupun
eyang , namun siang itu menjadi hal yang tidak biasa karena yang
mewejang adalah seorang pengusaha tionghoa!
Yah, Pengusaha
tionghoa ini memang telah akrab denganku dan biasa ngobrol ‘speak-speak
angin’ (santai) denganku, namun tak kusangka bahwa dia fasih betul dalam
mengungkapkan dan menginterpretasikan tentang Javaness Wisdom
(kearifan/petuah bijak orang jawa) tersebut. Dia termasuk pengusaha
tionghoa sukses di bidangnya dan telah memiliki karyawan sampai dengan
1000-an orang.
Terus selanjutnya kubertanya sambil agak
menyimpan keheranan; kok bapak tahu mengenai petuah bijak orang jawa
tersebut? Jawabnya: “Mas, saya lahir di Indonesia, besar di Indonesia,
makan minum dan cari uang di Indonesia, menikah dan membesarkan
anak-anak saya di Indonesia, dan saya tinggal di tanah jawa, bahkan dari
kecilpun saya sudah fasih berbahasa Jawa, pembantu-karyawan- dan
orang-orang kepercayaan saya dalam perusahaan saya adalah orang-orang
jawa, jadi saya paham betul kearifan yang ada di budaya orang jawa”. Ojo
Dumeh, Ojo Kagetan, ojo Gumunan itu kearifan yang bagus sekali mas buat
kita, tapi sayangnya orang jawa khususnya dan orang Indonesia pada
umumnya tidak atau jarang yang mau menjalankannya. Kalau saya sendiri
sudah berusaha mempraktekannya sejak dulu.
Lanjutnya lagi; “Mas,
Kalau dilihat dari tinjauan “chi” (bahasa tionghoa yang berarti
energy), Indonesia adalah negeri yang paling seimbang chi nya. Energi
Yin dan Yang nya sangat berimbang terwujud dari komposisi luas daratan
dan luas lautannya yang bisa dibilang 50:50, bandingkan dengan Amerika
Serikat, Inggris, Perancis bahkan Cina yang lebih banyak daratannya
daripada lautannya. Untuk musimnya pun juga sangat berimbang, hanya
mengenal dua musim saja, hujan dan musim kemarau, bandingkan dengan
lainnya yang bisa dalam setahun, setengah tahunnya adalah musim salju
dan dingin. Letak geografisnya pun sangat berimbang sebelah utara garis
khatulistiwa 50% sebelah selatan garis khatulistiwa 50%, sehingga
sepanjang tahun selalu mendapatkan sinar matahari. Ditambah lagi dengan
kekayaan di dalam buminya yang tidak terkira. Istilahnya Negeri
Indonesia itu Gemah ripah loh jinawi, Baldotun toyibatun wa robbun
ghofur, intinya negeri kita ini kaya raya mas, tidak ada negeri lain di
dunia ini yang sekaya kita……makanya saking kayanya itulah banyak yang
pengin merampok negeri ini. Mulai dari yang menjajah secara fisik pada
ratusan tahun yang lalu (Portugis, Inggris, Belanda hingga Jepang)
sampai sekarang mas kita masih dijajah secara pikiran dan mental.
Sampai disini kuberpikir sejenak, teman ngobrolku ini kok memiliki
nasionalisme Indonesia yang sangat tinggi dibanding dengan warga lainnya
yang dianggap pribumi sekalipun.
Masyarakat Indonesia dari dulu
sudah dibuat selalu dumeh. Dumeh berarti mumpung juga berarti
mentang-mentang. Dumeh alamnya subur dan kaya raya, maka usaha yang
dilakukan untuk untuk mengolahnyapun seadanya dan alakadarnya, toh pohon
tumbuh dengan sendirinya, hutan banyak dan tidak terkira jumlah
pohonnya hingga tinggal tebang saja, tanaman berbuah dengan sendirinya,
rumput dan padi tumbuh dengan sendirinya, air sudah melimpah ruah, dan
sebagainya. Dumeh jadi orang kaya maka semuanya dapat dibeli termasuk
peraturan dan hukum, Dumeh jadi pejabat maka berlaku korupsi dan
seterusnya.
Selanjutnya bangsa kita suka kagetan yang artinya
mudah terkejut. Terkejut kok dapat hutang banyak dari IMF & World
Bank di awal kekuasaan Orde Baru, terkejut kok dapat duduk sebagai wakil
rakyat, terkejut kok dapat posisi sebagai Bupati, terkejut kok bisa
duduk sebagai menteri, terkejut kok Malaysia sekarang sudah sedemikian
maju meninggalkan kita, terkejut kok Cina banyak sekali mengekspor
produk-produk murah dengan begitu massive nya ke Indonesia, terkejut kok
hampir semua lapak penjual buah di pinggir-pinggir jalan berisi
buah-buahan impor dari Thailand, terkejut kok sudah ratusan juta
kendaraan motor berlalu lalang di jalan-jalan di Indonesia tapi tidak
ada satupun yang berlogo ‘made in Indonesia’ , terkejut kok Tambang
Freeport ternyata banyak mengandung emas dan uranium, dan beragam
keterkejutan lainnya.
Kemudian bangsa kita suka gumunan yang
artinya mudah terheran-heran. Terheran-heran terus menerus dari dulu
sampai dengan sekarang atas produk-produk mobil dari Jepang yang
memiliki fitur-fitur berteknologi canggih hingga saking herannya sampai
sekarang kita belum sempat bikin mobil sendiri, terheran-heran dengan
masuknya teknologi hand phone hingga walaupun telah beratus juta
pengguna handphone di Indonesia tak satupun yang berlabel ‘made in
indonesia’, terheran-heran dengan produk seluller terbaru yang bernama
BlackBerry sehingga hampir semua penduduk Indonesia saat ini
berduyun-duyun dan cenderung bertindak latah karena termakan tren yang
ada di masyarakat untuk membeli BlackBerry, namun ironinya hanya
segelintir saja dari pengguna BB tersebut yang mengaktifkan fitur
layanan BB nya sedang yang lainnya hanya memanfaatkan fitur handphone
nya saja. Selalunya seperti itu terus, kita diombang-ambingkan oleh rasa
gumunan akan sesuatu yang baru dan tidak pernah tersadar bahwa kita
menjadi mangsa empuk para pemasar ‘kolonialis’ dari luar.
Jika
Agresi militer Belanda I dan II setelah Indonesia baru saja merdeka
gagal total, maka sekarang "agresi militer III" telah berhasil
menaklukkan & menjajah Indonesia kembali dengan bersenjatakan
"Senapan Kapitalisme" dan "Bom Konsumerisme"
Istilah Dumeh,
Kagetan dan Gumunan yang telah disebutkan diatas adalah berkonteks
makro. Sedangkan kalau bicara individu barangkali akan banyak contoh
riil yang dapat kita peroleh. Sepertinya kearifan local Ojo dumeh, Ojo
Kagetan lan Ojo Gumunan memang melekat sekali dengan orang jawa, ya
karena orang jawa memiliki kecenderungan kuat untuk berlaku demikian.
Simpel dan konkrit saja, teman sekaligus tetangga saya seorang
pengusaha muda yang sukses di bidang komputer, dumeh sudah sukses dan
berkelebihan harta kemudian berubah sikap, dikenal sombong oleh teman
dan tetangganya dan kabar terakhir dia kabur dari rumah menghindari para
debt collector dari mulai bank sampai dengan rentenir, meninggalkan
isteri dan dua anaknya yang masih kecil-kecil begitu saja. Konon dia
meninggalkan hutang untuk usahanya sampai nominal Rp. 2 Milyar lebih.
Hal yang sama juga terjadi dengan salah satu kenalan saya yang bergerak
di bidang advertising, awalnya begitu menggiurkan, perusahaan
advertising yang dimilikinya omzetnya melesat, pelanggannya membludak,
pesanan menumpuk, gonta ganti mobil mewah kerap dilakukannya namun
ujung-ujungnya sama, kabur melarikan diri karena menghindari kejaran
para tampang sangar debt collector.
Dan yang masih hangat
terjadi, seorang teman pengusaha muda sukses yang bergerak di bidang
otomotif dan spare part kendaraan bermotor digugat cerai oleh isterinya
karena ketahuan telah menikah lagi secara siri tanpa persetujuan
isterinya.
Kemudian kutersadar maksud ucapan dari Bos perusahaan
berjumlah karyawan 1000 orang tersebut, “Ojo Dumeh, Ojo Kagetan lan Ojo
Gumunan” yang barangkali hendak menunjukkan bahwa orang jawa-lah yang
paling tidak kuat kalau diberikan kedudukan dan kemuliaan sehingga
menjadi dumeh, orang jawa-lah yang paling tidak menduga dan menyangka
jika mendapat berkah yang besar dan mendadak sehingga menjadi kagetan,
dan orang jawa-lah yang gampang untuk terheran-heran dan takjub akan
sesuatu yang baru dan belum pernah didapatkannya sehingga menjadi
gumunan. Dalam filosofi huruf /aksara jawa, suatu huruf akan dibaca mati
(menjadi konsonan) jika diberi tanda pangku di akhir katanya, maka
seperti itulah barangkali psikologi orang jawa. Maka mulailah dari
sekarang untuk tidak dumeh jika mendapatkan kesuksesan duniawi dan tidak
menjadikan prioritas utama mencari isteri baru jika telah menjadi
seorang pria yang sukses he he he...prikitiw...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar